Dewan Perwakilan Rakyat akan memastikan tidak ada kekosongan kekuasaan dan berjanji memastikan terselenggaranya pemilu mendatang meski ada putusan kontroversial pengadilan untuk menunda pemilu 2024 lebih dari dua tahun. Hal itu disampaikan seorang wakil ketua pada Selasa (14 Maret).
Keputusan mengejutkan yang menurut para ahli hukum tidak seharusnya diambil oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu seperti mengamini upaya mempertahankan posisi Presiden Joko “Jokowi” Widodo setelah masa jabatannya yang kedua berakhir pada 2024. Dalam putusan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diperintahkan menghentikan semua prosedur pemilihan yang sedang berlangsung dan mengulang semua proses dari awal. Waktu yang dibutuhan adalah dua tahun, empat bulan, dan tujuh hari. Artinya, pemilu berikutnya paling cepat terselenggara pada 2025.
Dalam sidang paripurna pada Selasa, Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus menanggapi keputusan kontroversial tersebut. Kepada sesama anggota parlemen, ia jelaskan tentang amanat konstitusi yang mengatakan pemilihan harus diadakan setiap lima tahun. Diperlukan “sikap politik yang sesuai hukum” untuk memastikan konstitusi ditegakkan.
“DPR akan memberikan perhatian serius pada penuntasan masalah hukum ini agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan di tingkat eksekutif maupun legislatif,” kata politisi Partai Golkar itu.
Lodewijk tidak merinci langkah apa yang akan diambil DPR. Namun dikatakannya bahwa para pembuat undang-undang akan berusaha memberi “kepastian hukum” dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan mengesahkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang beberapa perubahan terkait proses pemilihan, termasuk perubahan daerah pemilihan di Papua. Jika disetujui, Perppu akan merevisi UU Pemilu yang berlaku saat ini, yang hanya mengatur jumlah daerah pemilihan dan kapasitas kursi legislatif di 34 provinsi, belum termasuk empat provinsi terbaru di Papua.
Gugatan perdata pemicu putusan kontroversial pengadilan tingkat pertama tersebut diajukan tahun lalu oleh Partai Prima, sebuah partai yang dibentuk pada 2021 dan berkali-kali gagal dalam proses verifikasi KPU. Partai tersebut tidak pernah berhasil menjadi kontestan politik, dan mengklaim diperlakukan tidak adil serta ditolak ikut Pemilu 2024. Putusan penundaan pemilu membuat gusar jajaran pemerintahan dan berbagai kalangan politik, termasuk Golkar. Padahal, di masa lalu Golkar juga pernah memancing polemik dengan memunculkan wacana penundaan pemilu dan memperpanjangan batas masa jabatan presiden.
Pada Selasa, Ahmad Doli Kurnia, wakil ketua Golkar yang juga memimpin Komisi II DPR yang membidangi urusan dalam negeri, mengatakan bahwa pengadilan telah bertindak melampaui batas. Ia menegaskan Komisi II akan "memanggil KPU untuk melanjutkan persiapan pemilu."
Share your experiences, suggestions, and any issues you've encountered on The Jakarta Post. We're here to listen.
Thank you for sharing your thoughts. We appreciate your feedback.
Quickly share this news with your network—keep everyone informed with just a single click!
Share the best of The Jakarta Post with friends, family, or colleagues. As a subscriber, you can gift 3 to 5 articles each month that anyone can read—no subscription needed!
Get the best experience—faster access, exclusive features, and a seamless way to stay updated.